in992-Bendera-merah-berkibar-di-antara-benang-sari-merangka-kecintaan-kepada-negara

▼

Pada bulan Ogos di Malaysia, jalanan dipenuhi dengan haruman bendera berjalur merah dan putih serta bunga bunga raya. Apabila orang menggunakan bingkai bunga raya untuk membingkai bendera negara, kepintaran dalam ruang kecil ini adalah ekspresi konkrit perasaan keluarga dan negara – setiap tepi bingkai mengingatkan kita tentang keazaman kita untuk menjaga nilai bersama; regangan setiap kelopak menceritakan tentang toleransi kewujudan bersama yang pelbagai. Empat belas garisan bendera negara merah dan putih, seperti empat belas tangan yang digenggam, mengembun ke dalam keabadian dalam sempadan bingkai foto. Bintang dan bulan yang dipegang oleh dahan dan daun bunga raya adalah seperti mata kumpulan etnik yang berbeza yang sentiasa memandang antara satu sama lain sepanjang sungai sejarah yang panjang. Tekstur bijian kayu yang sengaja dikekalkan oleh pengrajin ketika membuat bingkai foto sesuai dengan watak tanah ini yang dilalui angin dan hujan tetapi semakin tabah; bentuk lima kelopak bunga kebangsaan melambangkan pewarisan semangat kebangsaan memberikan kepentingan yang sama kepada lima aspek pendidikan. Dalam era globalisasi ini, bendera negara dalam bingkai bunga raya bukan lagi sekadar kain gantung, tetapi kayu pengukur setiap rakyat Malaysia mengukur dunia. Apabila anak muda meletakkan bingkai foto dengan bunga kebangsaan di atas meja mereka, apa yang mereka bingkai bukan hanya warna dan corak, tetapi juga cita-cita yang disirami dengan keringat turun-temurun – seperti bunga raya yang mekar di pagi hari dan layu di waktu petang tetapi terus hidup, para pejuang di bumi ini sentiasa mekar dengan semangat baru di arus zaman. Melihat ke luar tingkap pada masa ini, bendera bulan sabit bintang dalam bingkai foto yang tidak terkira banyaknya melengkapi bunga raya yang mekar di sudut jalan. Ini adalah dongeng romantik milik tanah tropika: apabila kehidupan individu dan ingatan negara bertindih dalam ruang kecil, setiap hari biasa boleh berkembang menjadi kemegahan epik.

In August, the streets of Malaysia are filled with the fragrance of red and white striped flags and hibiscus flowers. When people use hibiscus flower frames to frame the national flag, the craftsmanship in this small space is the concrete expression of the feelings of home and country – every corner of the frame reminds us of our determination to protect common values; every petal stretches out, telling the tolerance of diverse coexistence. The fourteen red and white national flag lines, like fourteen tightly clasped hands, condense into eternity within the boundaries of the frame. The stars and moons held up by the branches and leaves of hibiscus flowers are like the eyes of different ethnic groups that have always looked at each other in the long river of history. The wood grain texture that the craftsmen deliberately retained when making the frames is in line with the character of this land that has gone through wind and rain but has become more and more tenacious; the five-petal shape of the national flower symbolizes the inheritance of the national spirit of giving equal importance to the five aspects of education. In this era of globalization, the national flag in the hibiscus flower frame is no longer just a hanging fabric, but a ruler for measuring the world in the hearts of every Malaysian. When young people put photo frames with national flowers on their desks, they are framing not only colors and patterns, but also ideals watered by generations of sweat. Just as hibiscus flowers bloom in the morning and wither in the evening, the strugglers on this land are always blooming with new vitality in the tide of the times. Looking out the window at this moment, the star-crescent flags in countless photo frames are shining with the hibiscus flowers blooming on the street corners. This is a romantic fable belonging to the tropical land: when individual life and the memory of the country overlap in a small space, every ordinary day can grow into an epic grandeur.